Senin, 09 Mei 2011

bab 3. Hukum Perikatan

Nama Kelompok :
1. Havitra Cipta Utama
2. Poetrie Aliza Saridane
3. Saina Pradesty
4. Yhana Kusuma Respati

Bab 3
3.1 Hukum Perikatan
Dalam buku III KUH Perdata merupakan hukum pelegkap, yakni berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat dan isi dari perjanjian.
3.2 Perikatan
Menurut beberapa ahli hukum perikatan adalah :
1. Wirjono Prodjodikoro dalam buku Asas-Asas Hukum Perjanjian oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hukum perjanjian, bukan hukum perikatan.
2. R.Subekti dalam buku Pokok-Pokok Hukum Perdata menulis perkataan perikatan sebab menurut Buku III KUH Perdata perikatan timbul dari :
• Persetujuan atau perjanjian;
• Perbuatan yang melanggar hukum;
• Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
3.3 Dasar Hukum Perikatan
Berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian),
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang,
a) Perikatan terjadi karena undang-undang semata.
b) Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia baik yang diperbolehkan maupun yang bertentangan dengan hukum.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.
3.4 Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme.
3.4.1 Asas Kebebasan Berkontrak
Dalam pasal 1338 KUH Perdata juga dikatakan system terbuka, artinya dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri.
3.4.2 Asas Konsensualisme
Dalam pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian / sudah dewasa (usia 21 tahun)
3. Mengenai suatu hal tertentu / keterangan terhadap objek (jenis, jumlah, harga)
4. Suatu sebab yang halal / harus mempunyai tujuan.
Suatu perjanjian dilihat dari syarat-syarat sahnya :
a. bagian inti (esensial)
adalah bagian yang sifatnya menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta.
b. bagian bukan inti
• Naturalia adalah sifat seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang akan dijual.
• Aksidential adalah sifat yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
3.5 Wansprestasi
Wansperstasi timbul apabila debitur tidak melakukan apa yang diperjanjikan (lalai).
Bentuk dari wansprestasi yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
3.6 Akibat-Akibat Wansprestasi
Hukuman atau akibat bagi yang melakukan wansprestasi :
1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (ganti rugi)
2. pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
3. peralihan risiko
3.6.1 Jenis-Jenis Risiko
1. Risiko dalam perjanjian sepihak
Dalam pasal 1237 KUH Perdata, yakni risiko ditanggung oleh kreditor.
2. Risiko dalam perjanjian timbal balik
a) Risiko dalam jual beli diatur dalam pasal 1460 KUH Perdata, yakni risiko yang ditanggung oleh pembeli.
b) Risiko dalam tukar menukar diatur dalam pasal 1545 KUH Perdata, yakni risiko yang ditanggung oleh pemilik barang.
c) Risiko dalam sewa-menyewa, diatur dalam pasal 1553, yakni risiko yang ditanggung oleh pemilik barang.
3.6.2 Membayar Biaya Perkara
Untuk debitor yang ingin membela diri karena dituduh lalai ada 3 kategori :
1. Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa
2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditor) sendiri juga telah lalai
3. Pelepasan hak
3.7 Hapusnya Perikatan
Berdasarkan pasal 1381 KUH Perdata, ada 10 cara penghapusan suatu perikatan :
a) Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpangan atau penitipan;
c) Pembaharuan utang;
d) Perjumpaan utang atau kompensasi;
e) Percampuran utang;
f) Pembebasan utang
g) Musnahnya barang yang terutang;
h) Batal/pembatalan;
i) Berlakunya suatu syarat batal;
j) Lewat waktu.
3.8 Memorandum of Understanding (MoU)
Menurut pendapat Munir Faudi, memorandum of understanding disebut juga dengan nota kesepakatan.
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan untuk
• Membuat atau tidak membuat perjanjian;
• Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
• Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
• Menentukan bentuk perjanjian, tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh rambu-rambu hukum :
• Harus memenuhi syarat sebagai kontrak;
• Tidak dilarang oleh undang-undang;
• Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku;
• Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
3.8.1 Ciri-Ciri Memorandum of Understanding
a. isinya ringkas, sering kali hanya satu halaman saja;
b. berisikan hal-hal yang pokok-pokok saja;
c. hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci;
d. mempunyai jangka waktu berlakunya (1 bulan,6 bulan, setahun) jika dalam jangka waktu tersebut tidak dilanjutkan penandatanganan maka perjanjian akan batal. Kecuali diperpanjang oleh para pihak;
e. dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan;
f. tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa.
3.8.2 Alasan-Alasan dibuat Memorandum Of Understanding
a) Karena prospek bisnis yang belum jelas.
b) Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosiasi yang alot.
c) Karena tiap-tiap pihak masih ragu dan perlu waktu dalam menandatangani kontrak.
d) MOU dibuat dan ditandatangani oleh para eksekutif dari suatu perusahaan perlu suatu perjanjian yang lebih rinci yang dirancang oleh staf yang berkaitan.
3.8.3 Tujuan Memorandum of Understanding
Tujuan pembuatan Memorandum of Understanding dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepada pihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerjasama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar