Senin, 16 Mei 2011

bab 11. kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang

Nama Kelompok :
1. Havitra Cipta Utama
2. Poetrie Aliza saridane
3. Saina Pradesty
4. Yhana Kusuma Respati

BAB 11
KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
11.1 Pendahuluan
Kepailitan dan penyelesaian utang piutang diatur oleh sarana hukum dalam Faillissement Verordening Stb. sebelum tahun 1998. Pada tahun 2004 diperbaharui dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang mendasari UU tersebut adalah:
1. Asas Keseimbangan:
Terdapat keseimbangan di kedua pihak untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur dan kreditor yang tidak beritikad baik.
2. Asas Kelangsungan Usaha:
Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan
Mencegah terjadinya kesewenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lain.
4. Asas Integrasi
Sistem hukum formil dan materiil merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Undang-undang tersebut didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1131 Yo dan Pasal 1132 KUH Perdata sehingga akan memberikan keadilan bagi kreditor untuk memperoleh haknya dalam pelunasan utang piutangnya.
11.2 Pengertian Pailit
Berikut ini adalah pengertian pailit (bangkrut) menrut:
1. Black’s Law Dictionary: Seorang pedagang yang bersembunyi/ melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya.
2. Pasal 1 Butir 1: Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kuator di bawah pengawasan hakim pengawas.
3. Pasal 1 Butir 4: Debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan.
Sedangkan yang dimaksud dengan utang di dalam Pasal 1 Butir 7 adalah kewajiban yang dinyatakan/ dapat dinyatakan dalam jumlah uang, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang yang wajib dipenuhi oleh debitor.
11.3 Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan Pailit
1. Debitor yang mempunyai dua/ lebih kreditor yang tidak membayar lunas utangnya.
2. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum.
3. Debitor adalah bank, maka permohonan pernyataan pailit merupakan tanggung jawab BI.
4. Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM).
5. Debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun/ BUMN, permohonan pernyataan pailit sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit diputuskan oleh pengadilan di daerah hukum di daerah tempat kedudukan debitor. Pengadilan yang berwenang di sini adalah pengadilan niaga yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka menyelesaikan utang piutang.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum. Selama putusan pailit belum ditetapkan/ diucapkan setiap kreditor, Kejaksaan, BI, BPPM/ Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk:
1. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian/ seluruh kekayaan debitor.
2. Menunjuk kurator sementara untuk mengawasi:
a. Pengelolaan usaha debitor
b. Pembubaran kepada kreditor, pengalihan/ penggunaan kekayaan debitor dalam kepailitan
11.4 Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya
Dalam Pasal 21, Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Debitor demi hukum telah kehilangan haknya untuk menguasi dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap barang-barang:
1. Benda yang digunakan debitor dan keluarganya.
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari pekerjaannya sendiri yang ditentukan hakim pengawas.
3. Uang yang diberikan kepada debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan.
11.5 Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit
1. Hakim pengawas, bertugas mengawasi pengurusan pemberesan harta pailit.
2. Kurator, bertugas melakukan pengurusan pemberesan harta pailit. Dalam Pasal 70 kurator dapat dilakukan oleh:
a. Balai harta peninggalan
b. Kurator lain, seperti:
o Orang yang memiliki keahlian khusus untuk mengurus dan membereskan harta pailit.
o Orang yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundangan yang terdaftar pada kementerian.
3. Panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator. Dalam rapat kreditor, hakim pengawas bertindak sebagai ketua dan kurator wajib hadir dalam rapat kreditor.
11.6 Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor dan diberikan kepada debitor yang tidak dapat/ memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diajukan kepada pengadilan niaga dengan ditanda tangani oleh pemohon dan advokatnya. Permohonan tersebut harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitor beserta surat bukti.
Pengadilan harus mengangkat panitia kredior apabila:
1. Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang meliputi utang yang bersifat rumit/ banyak kreditor.
2. Pengangkatan tersebut dikehendaki krediotr yang mewakili paling sedikit ½ bagian dari seluruh tagihan yang diakui.
Hakim pegawas setiap waktu selama berlangsung penundaan, berkewajiban melakukan pengawasan pembayaran utang tetap berdasarkan:
1. Prakarsa hakim pengawas.
2. Permintaan pengurus/ kreditor.
Debitor tanpa persetujuan pengurus tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan/ kepemilikan seluruh/ sebagian hartanya. Dalam Pasal 244 tidak berlaku penundaan kewajiban pembayaran utang, antara lain:
1. Tagihan yang dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik.
2. Tagihan biaya pemeliharaan, pengawasan/ pendidikan yang sudah harus dibayar.
3. Tagihan yang diistimewakan terhadap benda tertentu milik debitor.
Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim pengawas, satu/ lebih kreditor, atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal:
1. Debitor beritikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.
2. Debitor telah merugi/ mencoba merugikan kreditornya.
3. Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240.
4. Debitor lalai melaksanakan tindakan yang diwajibkan oleh pengadilan/ diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor.
5. Keadaan harta debitor tidak lagi memungkinkan untuk dilanjutkan penundaan kewajiban pembayaran utang.
6. Keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya.
11.7 Pencocokan (Verifikasi) Piutang
Merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, dan nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masing-masing kreditor. Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan:
1. Batas akhir pengajuan tagihan.
2. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak.
3. Hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.
Semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya kepada kuator disertai perhitungan/ keterangan tertulis yang menunjukkan sifat & jumlah piutang, serta surat bukti. Kurator berkewajiban untuk melakukan pencocokan antara perhitungan yang dimasukkan dengan catatan dan keterangan bahwa debitor telah pailit. Kurator juga harus membuat daftar piutang dengan memilih antara piutang yang disetujui dan yang dibantah. Suatu piutang yang telah diakui dalam rapat mempunyai kekuatan mutlak dalam kepailitan. Dalam hal ini debitor wajib hadir sendiri dalam rapat pencocokan piutang agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh hakim pengawas mengnai sebab kepailitan dan keadaan harta pailit.

11.8 Perdamaian (Accord)
Debitor pailit berhak menawarkan rencana perdamaian kepada para krediturnya, batas waktunya paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan segera diambil keputusan setelah selesainya pencocokan piutang. Apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menentukan:
1. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus.
2. Tanggal & waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan & diputuskan dalam rapat kreditor.
Pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila:
1. Harta debitor jauh lebih besar dari pada jumah yang disetujui dalam perdamaian.
2. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
3. Perdamaian dicapai karena penipuan/ persekongkolan dengan kreditor.
Perdamaian yang telah disahkan ini berlaku bagi semua kreditor. Kreditor dapat menuntut pembatalan suatu perdamaian yang telah disahkan bila debitor lalai memenuhi isi perdamaian tersebut. Dalam hal kepailitan dibuka kembali, harta pailit dibagi antara para kreditor dengan cara:
1. Jika krediotr lama/ baru belum mendapat pembayaran, harta pailit dibagi secara pukul rata menurut besar kecilnya piutang masing-masing.
2. Jika telah dilakukan pembayaran sebagian kepada kreditor lama, kreditor lama/ baru berhak menerima pembayaran sesuai presentase yang telah disepakati.
3. Kreditor lama & baru berhak memperoleh pembayaran secara rata atas sisa harta pailit setelah dikurangi pembayaran di atas.
4. Kreditor lama yang telah memperoleh pembayaran tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran yang telah diterimanya.


11.9 Permohonan Peninjauan Kembali
Terhadap putusan hakim, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada MA, apabila:
1. Setelah perkara diputus, ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan.
2. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar