Selasa, 01 Maret 2011

KASUS HAKI (Hak Kekayaan Intelektual)

1. Pembajakan Software di Indonesia
Saat ini kasus pembajakan Software di Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya SDM para pengguna softwarenya. Akan tetapi dalam hal ini SDM yang meningkat adalah SDM yang digunakan untuk bajak membajak, SDM untuk melakukan crack pada software-software yang dibuat oleh penciptanya. Terkadang seorang lulusan sarjana komputer atau informatika pun juga hobby melakukan bajak membajak. Bahkan pada tahun 2007 Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) dan International Data Corporation(IDC) dalam Annual Global Software Piracy Study, Indonesia merupakan Negara terbesar ke 12 di dunia dengan tingkat pembajakan software. Persentasenya cukup mengkhawatirkan yakni mencapai 84 persen. Misalnya dari 100 komputer yang diteliti, sebanyak 84 buah diantaranya menggunakan software ilegal. Fenomena ini sangat menyedihkan karena pembajakan ini mematikan kreasi dan industri software itu sendiri. Saat ini Indonesia diperkirakan memiliki sekitar 300 perusahaan yang bergerak di sektor Teknologi Informasi (TI). Dan dari jumlah itu, hanya 10 perusahaan lokal yang bergerak di industri software, sisanya lebih banyak berkecimpung diluar software, misalnya perusahaan sistem integrasi dan service dan perusahaan distributor produk hardware. Minimnya jumlah industri software di tanah air dikarenakan seluruh pengembang software local merasa sangat dirugikan oleh pembajakan. Maraknya pembajakan software telah menyebabkan rendahnya kreativitas di industri bidang software ini.

2. Malaysia Pernah Menjiplak Lagu “Bengawan Solo” Dengan Nama “Main Cello”
GESANG MARTOHARTONO adalah seniman dunia yang lahir di Indonesia. Lagu-lagu ciptaan Gesang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di antaranya, Inggris, Mandarin dan Jepang. Untuk menghindari terjadinya pengklaiman karya dari negara lain, seperti pengklaiman lagu “Bengawan Solo” oleh beberapa warga Belanda baru-baru ini, perusahaan rekaman Penerbit Musik Partiwi (PMP) telah mengurus royalti lagu-lagu ciptaan Gesang yang berjumlah 44 judul lagu ke Direktorat Jendral HAKI, Departemen Hukum, dan Hak Asasi Manusia. Semua sertifikat paten lagu Gesang tersebut, sudah terbit sejak 25 September 2009.
Berdasarkan keterangan dari Andy Hutadjulu, General Manager PMP di Solo, lagu-lagu Gesang juga sempat dijiplak oleh negara Malaysia, Tahun 1960 lalu, salah satu lagu ciptaan Gesang yang sangat terkenal, yakni ‘Bengawan Solo’ pernah dijiplak oleh Malaysia dengan judul lagu ‘Main Cello’. Irama, nada dan tempo lagu tersebut sama dengan lagu ‘Bengawan Solo’, hanya saja syair dan judulnya yang diubah. polemik penjiplakan lagu karya Gesang oleh Malaysia baru selesai ketika Presiden Soekarno, kala itu turun tangan langsung.
Bung Karno sengaja mengundang pihak Malaysia di sebuah acara perlombaan olahraga di Senayan. Di situ lagu Bengawan Solo dimainkan dan Gesang juga menyaksikannya langsung. Dengan melihat itu, Malaysia baru mengakui, kalau lagu itu adalah karya Gesang, musisi Indonesia. Lagu ciptaan Gesang lainnya yang berjudul ‘Sapu Tangan’ juga nyaris diklaim oleh Malaysia, untuk dijadikan lagu kebangsaan. Tetapi yang jadi ditiru sebagai lagu kebangsaan Malaysia akhirnya, lagu ‘Terang Bulan’
Setelah paten, diharapkan tak akan ada lagi klaim lagu-lagu Gesang.
Semua lagu itu sudah bersertifikat hak paten sebagai karya Gesang. Jadi secara hukum sudah diakui. Jika ada pihak-pihak yang mengaku bahwa lagu Gesang itu merupakaan ciptaannya sudah tidak bisa, karena itu melanggar hukum.


Komentar :
Untuk kasus 1, jelas ini merupakan pelanggaran hak intelektual Indonesia. Karena ini menyangkut tentang PEMBAJAKAN. Pembajakan? Mungkin sudah tidak asing lagi di telinga warga Indonesia. Sadar atau tidak, pembajakan telah merugikan warga Negara Indonesia itu sendiri. Dimulai dari pembajakan film, sampai pembajakan software. Pembajakan software sudah mulai ramai di industry pasar saat ini. Banyak sekali orang-orang yang lebih memilih membeli software bajakan dibanding dengan membeli software yang asli. Alasan pertama orang-orang lebih memilih software bajakan karena harganya yang murah. Mungkin kalau kita mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi, kita pasti sedih mendengar dan melihat pembajakan di mana-mana. Tapi mau bagaimana lagi pembajakan seperti sudah menjadi tradisi bagi warga Indonesia. Padahal Pemerintah sudah sering mengingatkan, stop pembajakan! Karena pembajakan hanya akan membuat kita berpangku tangan dan ketergantungan. Kita jadi malas menghasilkan suatu karya, karena pasti berpikir karya kita akan dibajak. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengambil sikap, karena masalah hak cipta tidak bisa dianggap sebelah mata. Harus diatur dalam UUD yang jelas, dan bagi yang melarangnya harus dikenakan sanksi hukum yang setimpal.

Dalam kasus 2, juga jelas ini merupakan pelanggaran hak intelektual Indonesia. Karena menyangkut Pengklaiman karya. Indonesia memang Negara yang sangat kaya, kaya dalam berbagai hal. Terutama dalam hal kebudayaan. Karena di Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku, dan otomatis memiliki banyak adat-istiadat dan budaya yang berbeda. Sehingga banyak Negara yang dengan sengaja mengklaim kebudayaan Indonesia. Salah satu contohnya adalah Negara Malaysia. Malaysia tidak hanya kali ini saja mengklaim karya Indonesia, sebelumnya Malaysia juga pernah mengklaim tarian Reog-ponorogo, tari pendet, dan lainnya. Pemerintah Indonesia dinilai lamban dan kurang tegas menyelesaikan masalah ini. Sehingga Malaysia, tidak akan pernah jera untuk mengklaim semua budaya kita. Seharusnya Pemerintah berdiri paling depan untuk menyelamatkan asset budaya kita, dan secepatnya mengatur UUD agar tidak ada lagi pengklaiman oleh pihak lain. Dan biar jelas kalau itu Budaya dan Karya Indonesia.

Intropeksi Diri . . .

Memang tidak ada yang abadi di dunia ini. Hidup dan mati hanya Tuhan yang tau kapan waktu kita di dunia ini akan berakhir. Semua terlihat begitu nyata, saat orang-orang yang sangat kita sayangi pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Saat kita melihat orang-orang yang kita sayangi terkubur dalam tanah, terbaring dalam peti, atau dibakar dan abu dari sisa pembakaran dibuang ke sungai. Pernahkah kita membayangkan posisi kita seperti mereka? Apa yang kita bawa dari kehidupan dunia? Tidak ada, hanya amal kita yang kita hasilkan selama kita hidup di dunia. Intropeksi diri salah satu jalan mengetahui apa saja yang sudah kita lakukan selama hidup di dunia. Dalam intropeksi diri yang terbayang pertama kali pasti menyangkut tentang keyakinan atau agama yang kita anut. Sudahkah kita menjalankan perintah dan menjauhi larangannya? Sudahkah kita menjadi orang yang beriman? Berapa banyak dosa yang kita buat? Dan dengan cara apa kita menebusnya?
Setelah itu kita memikirkan tentang orangtua. Karena orangtua yang sangat menentukan, berhak atau tidak kita mencium wangi surga. Sesungguhnya do’a orangtua adalah ridho Tuhan YME. Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan kita pada orangtua kita? Dan sudah berapa kali kita menyakiti hati beliau dengan makian, hinaan, bahkan kata-kata yang sangat tidak pantas diucapkan oleh anak kepada orangtuanya? Sesungguhnya manusia tidak pernah bersyukur dengan apapun yang mereka punya. Banyak orang diluar sana ingin sekali mempunyai orangtua, tapi kebanyakan yang ada mereka yang tidak pernah bersyukur dengan kehadiran orang yang sangat mencintai mereka dengan tulus. Mereka menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan kasih untuk mereka.
Setelah Tuhan dan Orangtua, kita baru memikirkan orang lain. Kesalahan apa yang sering kita lakukan pada orang lain, pada guru, sahabat, teman, bahkan sama pembantu ataupun pengemis sekalipun. Kita sering sekali menyakiti hati mereka tanpa kita sadari itu, tanpa doa dari mereka kita juga tidak akan pernah mencium wanginya surga.
Pergunakanlah hidupmu yang singkat ini untuk berbuat kebaikan, karena sesungguhnya memang kita tidak akan pernah tahu kapan kita harus kembali kepadanya. Sayangilah orang-orang disekitarmu, janganlah kau menyakiti hati mereka. Karena sesungguhnya setiap ucapan yang keluar dari mulut seseorang untuk kita adalah sebuah doa.

Polemik Kasus Film Hollywood di Indonesia Ditarik Dari Peredaran

Topic perbincangan saat ini yang lagi hits, atau yang sedang diperbincangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah kasus film Hollywood di Indonesia yang ditarik dari peredaran. Dimana yang sudah kita ketahui bersama, mulai tanggal 17 Februari 2011 yang lalu Film Hollywood di Indonesia tidak beredar lagi. Menurut beberapa sumber yang saya baca dan saya dengar, Penyebabnya karena MPA tidak setuju dengan kebijakan baru dari Ditjen Bea Cukai. Dimana mulai januari 2011, pihak Ditjen Bea Cukai memberlakukan pajak bea masuk yang lama, yakni pajak bea masuk atas hak distribusi. Pajak yang menurut Pemerintah Indonesia tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat pihak Hollywood, dari penonton yang menonton film luar. Hampir sebagian masyarakat Indonesia, cenderung lebih menyukai film luar dibanding dengan film buatan sendiri. Banyak alasan masyarakat Indonesia lebih menyukai film luar, diantaranya karena film Indonesia bisa dibilang yang bermutu baik masih sangat sedikit, masih ada unsur pornografi, dan menurut saya sangat tidak mendidik untuk anak-anak yang ingin menonton bioskop. Walaupun ada sebagian film buatan masyarakat Indonesia yang tidak kalah dengan film luar, seperti Emak ingin naik haji, Rumah Tanpa Jendela, Ketika Cinta bertasbih, Gie, Laskar Pelangi, dan masih banyak lagi.
Seharusnya Pemerintah mengambil langkah yang bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik dari sisi pihak Hollywood dan dari sisi Pemerintah Indonesia. Dan jangan sampai merugikan masyarakat Indonesia. Di zaman modern ini, film sudah menjadi sesuatu yang sangat digemari oleh masyarakat, terutama para remaja. Kita lihat, waktu film Harry Potter rilis bulan oktober. Bioskop tidak pernah sepi pengunjung. Dari anak-anak, remaja, sampai orangtua ingin menontonnya. Lantaran film Harry Potter memang terkenal dan sudah mendunia. Coba kita bayangkan, kalau memang benar film luar tidak boleh ditayangkan di Indonesia? Pembajakan akan semakin merajalela. Semakin banyak masyarakat yang akan membeli DVD bajakan, karena tidak bisa menonton di bioskop. Dan berapa kerugian yang harus ditanggung oleh pihak 21cinema? Mungkin akan lebih bijak kalau kita memikirkan hal ini baik-baik.
Memang dari setiap masalah pasti ada pro dan kontra, dari sisi positifnya ini saatnya para cineas film Indonesia membuktikan bahwa film Indonesia tidak kalah bagusnya dengan film luar. Tapi dari sisi negatifnya, kita tidak akan tahu perkembangan dunia Internasional seperti apa. Menurut saya pribadi, lewat film kita bisa belajar banyak, belajar kebudayaannya, belajar bahasanya, dan bagi para artis mungkin mereka juga bisa melihat acting para idola mereka. Banyak sekali yang bisa dipelajari. Jadi sayang sekali, kalau memang benar, pihak Hollywood tidak lagi mendistribusikan filmnya ke Indonesia.