Selasa, 01 Maret 2011

Polemik Kasus Film Hollywood di Indonesia Ditarik Dari Peredaran

Topic perbincangan saat ini yang lagi hits, atau yang sedang diperbincangkan oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah kasus film Hollywood di Indonesia yang ditarik dari peredaran. Dimana yang sudah kita ketahui bersama, mulai tanggal 17 Februari 2011 yang lalu Film Hollywood di Indonesia tidak beredar lagi. Menurut beberapa sumber yang saya baca dan saya dengar, Penyebabnya karena MPA tidak setuju dengan kebijakan baru dari Ditjen Bea Cukai. Dimana mulai januari 2011, pihak Ditjen Bea Cukai memberlakukan pajak bea masuk yang lama, yakni pajak bea masuk atas hak distribusi. Pajak yang menurut Pemerintah Indonesia tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat pihak Hollywood, dari penonton yang menonton film luar. Hampir sebagian masyarakat Indonesia, cenderung lebih menyukai film luar dibanding dengan film buatan sendiri. Banyak alasan masyarakat Indonesia lebih menyukai film luar, diantaranya karena film Indonesia bisa dibilang yang bermutu baik masih sangat sedikit, masih ada unsur pornografi, dan menurut saya sangat tidak mendidik untuk anak-anak yang ingin menonton bioskop. Walaupun ada sebagian film buatan masyarakat Indonesia yang tidak kalah dengan film luar, seperti Emak ingin naik haji, Rumah Tanpa Jendela, Ketika Cinta bertasbih, Gie, Laskar Pelangi, dan masih banyak lagi.
Seharusnya Pemerintah mengambil langkah yang bisa menguntungkan kedua belah pihak, baik dari sisi pihak Hollywood dan dari sisi Pemerintah Indonesia. Dan jangan sampai merugikan masyarakat Indonesia. Di zaman modern ini, film sudah menjadi sesuatu yang sangat digemari oleh masyarakat, terutama para remaja. Kita lihat, waktu film Harry Potter rilis bulan oktober. Bioskop tidak pernah sepi pengunjung. Dari anak-anak, remaja, sampai orangtua ingin menontonnya. Lantaran film Harry Potter memang terkenal dan sudah mendunia. Coba kita bayangkan, kalau memang benar film luar tidak boleh ditayangkan di Indonesia? Pembajakan akan semakin merajalela. Semakin banyak masyarakat yang akan membeli DVD bajakan, karena tidak bisa menonton di bioskop. Dan berapa kerugian yang harus ditanggung oleh pihak 21cinema? Mungkin akan lebih bijak kalau kita memikirkan hal ini baik-baik.
Memang dari setiap masalah pasti ada pro dan kontra, dari sisi positifnya ini saatnya para cineas film Indonesia membuktikan bahwa film Indonesia tidak kalah bagusnya dengan film luar. Tapi dari sisi negatifnya, kita tidak akan tahu perkembangan dunia Internasional seperti apa. Menurut saya pribadi, lewat film kita bisa belajar banyak, belajar kebudayaannya, belajar bahasanya, dan bagi para artis mungkin mereka juga bisa melihat acting para idola mereka. Banyak sekali yang bisa dipelajari. Jadi sayang sekali, kalau memang benar, pihak Hollywood tidak lagi mendistribusikan filmnya ke Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar